Baca selengkapnya

Halo, sobat. Sebelumnya, izinkan kami dari seluruh jajaran pengurus Pancarobaku mengucapkan “Selamat Hari Raya Idul Fitri, Mohon Maaf Lahir dan Batin,”. Apabila banyak dari tulisan kami yang menyinggung hati sobat yang disengaja maupun tidak, kami berharap kelapangan hati sobat untuk memaafkan segala kesalahan yang kami perbuat. Semoga amal ibadah kita selama Bulan Ramadan dapat diterima dan menjadi pemantik ibadah lainnya di masa sekarang maupun masa yang akan datang. 




Berhubung sudah lama mimin tidak mencurahkan isi hati lewat karangan bebas yang berisi opini dari mimin, nah sekarang waktunya tiba sobat. Ketika lebaran, tentu pertanyaan dari saudara maupun tetangga terkadang menjadi momok bagi kita yang masih belum seutuhnya menjadi “orang” di mata masyarakat. Bagaimana tidak? Terkadang, di momen lebaran inilah terjadi suatu pergeseran makna dari yang tadinya memang bertujuan untuk menjadikan hati dan pribadi menjadi suci kembali, namun akhir ini malah menjadi ajang untuk pembuktian diri. 

Bila sobat adalah seorang remaja, tentu sudah tidak asing dengan pertanyaan “Kuliah di mana?” dan “Kerja di mana?”. Memang, hal itu terkadang menjadi suatu pertanyaan yang menjengkelkan bagi beberapa orang. Bila dari pandangan mimin, hal itu adalah suatu hal yang biasa. Bahkan, jika kita menyikapinya dengan berpikiran positif, hal itu bagai semacam doa bagi kita agar dapat segera mendapatkan pekerjaan atau pun melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi jika memang kita belum meraih itu semua. 

Dulu, ketika mimin baru lulus SMA. Pertanyaan tersebut menjadi sebuah momok menakutkan. Tak terpikirkan bahwa itu semua bagaikan doa yang mengalir secara gratis. Pada akhirnya, mimin pun diberi kesempatan untuk “ngadem” selama setahun. Mencari jati diri, menempa hidup, berusaha mencari beberapa rezeki dan pendewasaan diri. Setelah setahun berlalu, mimin baru sadar bahwa semua pertanyaan itu adalah doa. Setiap ada yang bertanya demikian, mimin selalu minta doa dari orang yang bertanya tersebut. Akhirnya, salah satu mimpi mimin dapat terwujud saat ini. 

Lalu, segenap pertanyaan yang menyakitkan menurut mimin yang mana? Jika pertanyaan di atas adalah sebuah pertanyaan yang sifatnya dapat diusahakan dan dapat menjadi doa. Namun, bagaimana jadinya apabila yang ditanyakan adalah tentang keutuhan suatu keluarga. Tepat pada hari ini, hari kemenangan bagi seluruh umat muslim di dunia. Pertanyaan itu meluncur dari beberapa orang yang sejatinya masih satu ikatan darah dengan mimin. “Wah, anakmu wis gede ya, jeng. Bapake ndi? Bojomu nang ndi sih janeh? Mangsan bada koh ra keton tumbenan?”. 

Bagai tersambar petir rasanya. Ibu hanya tersenyum dan mencoba untuk mengalihkan pembicaraan. Mungkin, karena ada mimin disitu. Hatiku luluh. Ibu tak ingin hatiku terluka walau jelas dalam senyumnya menampakkan sebuah kekecewaan. Bukankah itu sebuah pertanyaan yang luar biasa menyakitkan? Logikaku tak bisa menalar sampai sejauh mana pertanyaan tersebut dapat menjadi sebuah doa. Apakah mimin harus mengamini agar segera lekas diberi sesosok bapak baru? Hilang semua idealisme yang ku pegang teguh bahwa semua hal tentu memiliki sisi positif. Nuraniku meyakini bahwa mereka semua yang bertanya demikian entah itu sengaja maupun tidak, berhak mendapat sebuah bingkisan umpatan dari mulutku ini. Bagaimana tidak? 

Hatiku gugur. Bukankah suatu anak tidak bisa memilih dari keluarga seperti apa dia dilahirkan? Bukankah keputusan untuk berpisah dari suatu keluarga itu bukan kita yang memilih? Pernah suatu saat, ku berpikir bahwa hidup ini seakan tidak adil. Kenapa aku tidak dilahirkan dari keluarga jutawan? Ku dapat membeli ini itu dan tentu penampilanku tak seperti saat ini. Kenapa aku tidak dilahirkan dari garis keturunan Bung Karno maupun Bapak Soeharto? Yang hanya dengan nama keluarga pun tentu kejayaan seperti tampak di pelupuk mata. Namun, ketika diriku melihat anak yang diberi keistimewaan untuk menjadi suatu difabel, hatiku menangis. Betapa adilnya Tuhan. Kita terkadang diberi 2 pilihan. Dibuang secara fisik atau terbuang secara psikis. Tinggal sobat pilih yang mana. :)



Sumber Foto :
Dokumen Pribadi

Sumber Artikel :
Opini Penulis