Baca selengkapnya

Novel Asiyah, Sang Mawar Gurun Firaun - Sibel Eraslan


Hari terakhir Raja Akhenaten...
Kehangatan sore musim dingin menyelimuti puncak-puncak Akhenaten yang terletak di Amarna, ibukota penuh misteri...Mungkin diperlukan jarak yang dekat dengan kematian untuk memahami bahwa alam semesta tak pernah berhenti bergerak. Dia adalah seorang raja yang telah mencoba semua apa yang bisa ia coba di dunia ini, tapi tak ada akhirnya. Setelah menggunakan seluruh kekuatannya, kini dia menyadari bahwa ia akan terjatuh setiap saat.

“Sungguh aneh!” ucapnya kepada dirinya sendiri.
“Jadi, seperti ini rupanya. Jadi, kebebasan seorang raja,
kebebasan dalam arti sesungguhnya, hanya dapat digapai dalam kematian. Kalau begitu, jadikanlah!” ucapnya pula.... Di senja sore hari yang indah, kedua matanya terpaku pada perkebunan gandum yang berombak seperti laut.

“Ketika menjelang ajal pun,” ucap batinnya, tertawa pedih dengan keadaannya, “salah satu dari kedua mataku akan selalu terpaku pada sisi-sisi lain dan takkan pernah tertutup dalam makna sesungguhnya.”

“Mata ini...,” ucapnya, “takkan pernah tertutup.”
Akhenaten, yang disebut Raja Matahari oleh rakyatnya, sekarang merasakan kebebasan seperti seorang anak kecil. Sama seperti doa-doa di masa kanak-kanak, ajal membelai wajahnya dengan semerbak wangi bunga-bunga bermekaran.

Adalah sebuah tradisi bagi para raja yang naik tahta untuk menulis inskripsi mengenai raja yang baru saja meninggal. Namun, Akhenaten atau Akhen, panggilan sang ibu untuknya, berbeda dengan raja yang lain. Doa-doanya pun berbeda. Tulisan-tulisan naskahnya juga tak sama. Dia sungguh tak memiliki kesamaan dengan para raja terdahulu.

Judul         : Asiyah, Sang Mawar Gurun Firaun

Karya        : Sibel Eraslan

Download : Asiyah, Sang Mawar Gurun Firaun.pdf