Baca selengkapnya
Pengantar
Pramoedya Ananta Toer, yang oleh semua adiknya dipanggil Mas Moek, dan oleh Bapak dan Ibu dipanggil Moek atau Mamoek, adalah nama kepengarangan yang kini menjadi standar bagi dia. Perjalanan dari nama Pramoedyo ke nama Pramoedya Ananta Toer, tidak sangsi lagi, merupakan sejarah panjang pergulatan pemikiran dan perenungan. Tidak heran, Mas Moek merasa perlu menuliskannya dalam satu uraian panjang berjudul
“Memoar Hikajat Sebuah Nama” (1962).
Paling tidak ada sembilan nama yang pernah digunakannya, sebelum akhirnya ia mantap menggunakan nama Pramoedya Ananta Toer. Itu dapat dilacak dari berbagai tulisan yang dimuat dalam majalah dan suratkabar pada zamannya, yaitu:
1. Pramoedya Tr., dalam “115 Boeah Wasiat Madjapahit” (beberapa petikan), penerjemah (Sadar, No. 5 Th. II, 10 Januari, 1947); 2. Ananta Toer, dalam Lode Zielens: “Bunda untuk apa kami dilahirkan”, penerjemah (Sadar, No. 5 Th. II, 13 Juni, 1947); 3. M. Pramoedya Toer, dalam “Hoeroef” (Sadar, No. 5 Th. II, 10 Januari, 1947); 4. Pr. Toer, dalam “Kalau Mang Karta di Djakarta” (Sadar, Mei 1947), “oRI di Djakarta” (J. 23-5-1947, Sadar, 1947); 5. Pr. A. Toer, dalam “Dajachajal, ketekunan, keperwiraan dan ilmu” (J. 11-XI-1952, Pemuda, No. 1 Th. IV, Januari 1954); 6. Pramoedya Toer, dalam “Bingkisan: Untuk adikku R.” (Sadar, No. 6 Th. II, 13 Juni 1947); 7. Pram Ananta Toer, dalam “Keluarga Mbah Rono Djangkung” (sumber tak jelas); 8. Pramudya Ananta Tur, dalam “Lemari Buku” (Mimbar Indonesia, [1951], “Keadaan sosial para pengarang Indonesia” (Star Weekly, No. 576, 12 Januari 1957), “Sepku” (Mingguan Politik Pelopor, 27 Januari 1952); 9. Pramudya Ananta Toer, dalam “Kalil siopas kantor”, “yang tinggal dan yang pergi” (Gelanggang, April 1955); dan akhirnya 10. Pramoedya Ananta Toer, dalam “Anak Tumpahdarah” (sumber tak jelas).
Judul : Pramoedya Ananta Tour Dari Dekat Sekali
Karya : Koesalah Soebagyo Toer
Download : Pramoedya Ananta Tour Dari Dekat Sekali.pdf
0 Reviews